Nataru 2025 Tak Semanis Tahun Lalu

×

Nataru 2025 Tak Semanis Tahun Lalu

Bagikan berita
Nataru 2025 Tak Semanis Tahun Lalu
Nataru 2025 Tak Semanis Tahun Lalu

“Kami tidak minta murah sekali,” ujar Maria. “Kalau bisa terjangkau saja, supaya kami bisa pulang.”

Refleksi Akhir Tahun: Hadirnya Negara di Momen Paling Pribadi

Natal dan Tahun Baru adalah momen paling personal bagi banyak keluarga Indonesia. Ketika harga tiket melonjak tanpa kendali, yang dipertaruhkan bukan hanya mobilitas, tetapi juga kebersamaan dan kesehatan emosional keluarga.

Di sinilah suara publik menemukan maknanya sebagai bahan refleksi kebijakan. Negara—melalui regulasi, pengawasan, dan keberpihakan—diharapkan hadir bukan hanya menjaga arus lalu lintas, tetapi juga memastikan keadilan akses bagi seluruh lapisan masyarakat.

Di rumah kontrakan itu, Maria dan anak-anaknya menutup malam Natal dengan doa sederhana: kesehatan, pekerjaan yang cukup, dan harapan bisa pulang bersama tahun depan.

Mudik boleh sunyi tahun ini. Tapi harapan, mereka jaga agar tetap hidup.

Cerita-cerita semacam ini juga sampai ke telinga wakil rakyat. Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Samsurijal, misalnya, menilai lonjakan harga tiket saat Nataru bukan sekadar persoalan teknis transportasi, melainkan menyentuh langsung kehidupan keluarga.

“Bagi sebagian masyarakat, mudik saat Natal dan Tahun Baru bukan liburan, tapi kebutuhan batin untuk bertemu keluarga. Ketika tiket menjadi terlalu mahal, yang hilang bukan hanya perjalanan, tetapi juga momen kebersamaan yang sangat berarti,” ujar Cucun.

Menurutnya, negara tidak boleh abai terhadap dampak sosial dari kebijakan transportasi musiman.

“Kita harus mendengar suara keluarga-keluarga yang memilih tidak pulang karena biaya. Ini menjadi catatan penting bagi DPR untuk mendorong pengawasan yang lebih kuat agar kebijakan transportasi saat Nataru benar-benar berpihak pada rakyat,” katanya.

Editor : Hamriadi, S. Sos., S. T
Sumber : dpr
Bagikan

Berita Terkait
Terkini