Di balik gemuruh bencana, Fikri hanya menggenggam baju pamannya. Tak menangis. Tak bicara. Hanya ketakutan yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.
Dan di balik bahunya, rumah Afrizul tempat orang tua Fikri berada, sudah tak ada.
Setelah Fikri aman, Afrizal berlari kembali ke arah rumah kembarannya. Ia memanggil, memekik, memohon:
“Zul! Zul! Mariana!”
Namun tak ada jawaban.
Tidak ada yang keluar.Tidak ada yang menyahut.
Hanya suara air, hanya batu yang berguling, hanya puing-puing yang menggantikan tempat keluarga itu berdiri beberapa menit sebelumnya.
Afrizal berdiri lama, sangat lama sambil memeluk Fikri yang kini menangis kecil. Ia sadar, ia menyelamatkan satu nyawa, namun dua lainnya telah hilang.
Afrizul baru setahun pulang kampung dari Dumai bersama istrinya, Mariana, yang punya saudara kembar bernama Mariani. Mereka dulu berjualan barang harian di Dumai, mencoba mengubah nasib. Di kampung, Afrizul bekerja di sawah, dan mengambil upah di ladang orang.
Editor : Hamriadi, S. Sos., S. T

