Kisah Mencekam Camat Malalak: "Saya hanya bisa berdoa, Ya Allah, selamatkan keluarga saya"

×

Kisah Mencekam Camat Malalak: "Saya hanya bisa berdoa, Ya Allah, selamatkan keluarga saya"

Bagikan berita
Camat Malalak Ulya Satar saat bersama warga. Dok Istimewa.
Camat Malalak Ulya Satar saat bersama warga. Dok Istimewa.
Daftar Korban Galodo dan Bajir Bandang Kabupaten Agam

KABUPATEN AGAM -- Tidak ada yang lebih menakutkan bagi seorang ibu selain mendengar bumi mengamuk sementara keluarganya berada di arah amukan itu. Begitulah yang dirasakan Camat Malalak, Ulya Satar, ketika melihat lereng Gunung Singgalang runtuh di depan matanya pada 26 November lalu.

Pada Rabu malam (3/12/2025), dengan suara yang beberapa kali terdengar pecah, Camat Malalak, Ulya Satar, menceritakan kembali detik-detik bencana galodo besar yang melumpuhkan kecamatan itu kepada bacalahNews.com.

Bencana itu terjadi pada Rabu, 26 November 2025, dimana hari yang ia yakini akan tertanam selamanya dalam ingatannya.

pelantikan
Camat Malalak Ulya Satar saat prosesi pelantikan. Dok

Pagi itu seharusnya berjalan biasa. Ia bersama empat staf kantor camat dan Wali Nagari Malalak Utara melakukan monitoring titik-titik longsor. Semua jalur yang sempat terputus sehari sebelumnya sudah bisa dilalui motor, sehingga mereka memastikan kondisi aman sampai ke Jorong Hulu Banda di Malalak Barat.

Namun keadaan berubah seketika ketika mereka tiba di Jorong Campago. Warga sudah memenuhi jalan, berdiri dengan wajah pucat menatap puncak Gunung Singgalang. Ada yang kaku tak bersuara, ada yang menangis lirih, ada yang membaca doa bergantian, dan ada pula yang hanya mampu menutup mulut, seakan menahan ketakutan yang merambat naik ke dada.

Karena penasaran, Ulya ikut turun. Saat itulah ia melihat sesuatu yang membuatnya tak bisa bergerak. Kilatan putih membelah lereng gunung, disusul asap tebal yang naik seperti nafas raksasa. Sesaat kemudian, bumi mengeluarkan suara mengerikan: gemuruh panjang, keras, dan dalam, seolah gunung runtuh tepat di hadapan mereka.

“Itu bukan gemuruh biasa. Itu suara bumi yang patah,” tuturnya pelan.

Dalam hitungan detik, lereng Gunung Singgalang meluruh, mengirimkan longsoran besar yang mengarah lurus ke posisi mereka berdiri.

Warga langsung pecah dalam kepanikan. Ada yang menjerit “Galodo!” sambil berlari tanpa menoleh ke belakang. Ada ibu-ibu yang histeris dan terduduk lemas. Anak-anak menangis mencari orang tua mereka. Semua orang hanya punya satu naluri: lari ke tempat yang lebih tinggi.

Namun di tengah hiruk-pikuk itu, Ulya justru tersentak oleh satu pikiran yang membuat tubuhnya bergetar. Suami dan kedua anaknya berada di rumah dinas yang berada di jalur aliran galodo.

Editor : Hamriadi, S. Sos., S. T
Korban Galodo dan Bajir Bandang di Kabupaten Agam Belum Ditemukan
Bagikan

Berita Terkait
Terkini