Harapan yang Menyisih dari Reruntuhan Bencana Banjir

×

Harapan yang Menyisih dari Reruntuhan Bencana Banjir

Bagikan berita
Yuni Efnita (40) bersama anak-anak nya kini tinggal di pengungsian di ruang kelas SD 05 Kayu Pasak pasca banjir bandang memporak-porandakan rumah serta kampung halamannya di Sawah Laweh, Nagari Salareh Aia, Palembayan, Kabupaten Agam. Foto Anizur
Yuni Efnita (40) bersama anak-anak nya kini tinggal di pengungsian di ruang kelas SD 05 Kayu Pasak pasca banjir bandang memporak-porandakan rumah serta kampung halamannya di Sawah Laweh, Nagari Salareh Aia, Palembayan, Kabupaten Agam. Foto Anizur
Daftar Korban Galodo dan Bajir Bandang Kabupaten Agam

Di Pengungsian

Rabu (3/11/2025), di ruang kelas SD 05 Kayu Pasak yang dijadikan tempat pengungsian, Ef menceritakan kisah itu dengan suara pelan. Ruang yang biasanya menjadi tempat belajar kini dipenuhi tikar, selimut darurat, dan aroma obat gosok. Beberapa pengungsi menghentikan aktivitasnya ketika Ef mulai berbicara.

Anak-anaknya duduk tak jauh dari pangkuannya. Luka-luka masih terlihat jelas. Tatapan mereka kerap kosong ke satu titik, seolah potongan kejadian itu terus berputar di kepala.

“Setiap saya dengar suara keras, apalagi suara helikopter, tubuh saya langsung gemetar,” ujar Ef, menghela napas panjang sambil menggenggam tangan Sakura yang terus menempel di sisinya.

Di sudut ruangan, beberapa warga menunduk, sebagian meneteskan air mata. Kisah Ef menyelimuti ruangan itu dengan keheningan yang sulit digambarkan.

Ketika pagi datang setelah galodo, Ef dan suaminya mendapati rumah mereka hilang. Toko serba ada yang mereka bangun bertahun-tahun hanyut seluruhnya. Mobil hancur, empat motor hilang ditelan lumpur. Uang hasil penjualan di toko pun ikut lenyap. Hanya tiga ponsel milik anak-anak yang tersisa.

“Tak ada yang bisa kami selamatkan, tapi kami masih lengkap. Itu saja yang membuat saya kuat,” ujarnya, suaranya hampir pecah.

Meski seluruh harta benda hilang, Ef menggenggam satu hal yang tidak dihanyutkan galodo yaitu harapan.

“Selama kami masih diberi kesempatan untuk tetap bersama, kami bisa memulai lagi,” katanya, menatap anak-anaknya penuh kasih.

Di bangunan sekolah yang kini menjadi tempat berlindung, dengan masa depan yang masih kabur dan luka yang belum pulih, keluarga itu bertahan. Pelan-pelan, setapak demi setapak, mereka mencoba bangkit. Karena mereka percaya, selama tetap bersama, kehidupan masih bisa dirajut kembali. (*)

Editor : Hamriadi, S. Sos., S. T
Korban Galodo dan Bajir Bandang di Kabupaten Agam Belum Ditemukan
Bagikan

Berita Terkait
Terkini