KABUPATEN AGAM -- Rangkaian bencana di Kabupaten Agam, banjir bandang, longsor, dan kerusakan luas kembali menyisakan duka. Ratusan warga meninggal, ribuan lainnya kehilangan rumah dan masih bertahan di pengungsian.
Di balik hiruk evakuasi, muncul bencana lain yang lebih senyap guncangan psikologis para penyintas. Rasa takut, kehilangan, dan ketidakpastian masa depan menghantui banyak warga.Luka yang tak terlihat, namun membekas panjang.
Di tengah situasi itu, muncul kisah satu keluarga yang selamat, tetapi kehilangan seluruh harta benda mereka. Sebuah pengingat betapa cepat hidup dapat berubah.
Tak ada yang menyangka sore itu menjadi titik terkelam bagi Yuni Efnita (40) dan keluarganya. Hujan yang tak henti mengguyur Sawah Laweh, Nagari Salareh Aia, Palembayan, Kamis (27/11/2025), menjadi awal dari bencana yang datang tanpa isyarat.
Ef, begitu ia disapa, baru saja membeli sate di depan rumah ketika telinganya menangkap suara aneh dari arah sungai. Suara berat bergulung seperti batu-batu besar ditumpahkan dari bak dump truk. Tubuhnya sontak kaku. Itu bukan suara air biasa; sesuatu yang besar sedang datang.
Dengan jantung berdegup keras, ia berlari pulang sambil berteriak, memerintahkan ketiga anaknya untuk segera lari menuju Kampung Pinang, kampung yang berada di dataran lebih tinggi.“Sebenarnya peringatan tentang potensi galodo ada, tapi tak ada yang benar-benar siap menghadapi murka alam sebesar itu,” ucapnya.
Detik berikutnya, suara gemuruh itu berubah menjadi hantaman. Galodo menerjang, memecah kampung menjadi aliran lumpur pekat. Kayu, batu, dan puing bangunan bergulung bersama air, menyeret apa pun yang dilewatinya. Dalam sekejap, kehidupan warga berubah menjadi jeritan dan kepanikan.
Ef menggenggam tangan putrinya, Adelin (12), mencoba berlari menyelamatkan diri. Namun arus datang lebih cepat. Dalam satu hentakan, keduanya terpisah. Adelin terseret beberapa meter sebelum tangannya berhasil mencengkeram tonggak kayu di belakang rumah kerabat. Ef sendiri berhasil selamat setelah memanjat kandang sapi tak jauh dari rumah mereka.
Tubuh kecil Adelin penuh memar. Ia sempat terbenam, terbentur kayu dan batu yang hanyut, tetapi ia masih hidup.
Editor : Hamriadi, S. Sos., S. T

