“Hingga kini, anak saya yang berumur 3 tahun masih belum ditemukan,” sebut Adeni dengan mata memerah.
Adeni meski berupaya untuk tegar, namun rasa sedih yang ia rasakan tidak bisa disembunyikan. Air matanya terus terlihat menetes.
“Yang tinggal hanya saya sendiri,” ucapnya dengan mata menatap langit-langit rumah sakit.
Adeni yang ingin bercerita kepada media ini akan peristiwa mencekam itu, terasa sulit untuk berkata-kata.
Suaranya patah, seolah setiap kata memaksa hatinya kembali pecah.
“Satu-satunya keluarga yang selamat adalah adik ipar saya yang berumur 23 tahun. Ia luput dari bencana karena saat itu sedang menggembala kerbau,” ungkap Adeni.
Kata Adeni, dirinya masih mengingat jelas sore yang mengubah hidupnya itu.Sekitar pukul 17.15 WIB, sebut Adeni, ia yang berada di dalam rumah mendengar suara gemuruh mirip truk besar melaju kencang di depan rumah.
Suara itu semakin keras dan membuatnya menoleh ke arah jendela.
Di balik jendela rumahnya, ia melihat dinding air hitam setinggi puluhan meter, melaju cepat seperti tsunami.
Editor : Hamriadi, S. Sos., S. T
