BUKITTINGGI -- RANAHMINANG punya filosofi kental terkait kepemimpinan. Jarak antara pemimpin dan mereka yang dipimpin sangatlah dekat.
Pemimpin "hanya" ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah. Hal ini menyiratkan kalau sebenarnya jarak tersebut hanya sebuah penghormatan akan pemimpin itu sendiri.
Begitupun dengan para pemuka adat, keberadaan mereka pun nyaris sama dalam kehidupan formal di tanah Minang.
"Jadi jelas, fungsi pemimpin adalah untuk memimpin. Namun demikian, jangan sampai hal ini hanya sebatas status," kata Rismaidi Tuanku Bagindo.
Sebagai seorang pemuka adat dan juga budaya di Kota Bukittinggi, tokoh ini mengingatkan para pemuka adat bahwasanya lembaga adat adalah sebuah institusi yang harus dipahami fungsi dan keberadaannya serta dijaga sebagai sebuah marwah dan identitas Keminangan.
Karena itu seorang penghulu perlu memiliki kapasitas, integritas dan juga kompetensi. Sehingga keberadaan mereka benar benar dirasakan oleh sanak kemenakan dan juga sesama pemuka adat lainnya."Tentunya melaksanakan hal itu tidak mudah, kepedulian menjadi kunci dalam pelestarian adat istiadat dan budaya itu sendiri," imbuhnya.
Agar budaya dan adat itu berjalan sebagaimana seharusnya, maka seorang penghulu harus cerdas dan jangan sekadar mengajar status.
Tokoh yang cukup kritis ini menyoroti, belakangan ini banyak tokoh mengejar gelar adat hanya karena gengsi.
Padahal menurutnya, gelar adat tidak untuk gagag-gagahan. Sebab saat saluak telah dilekatkan, di sana ada tanggung jawab yang sangat berat.
Editor : Hamriadi, S. Sos., S. T