JAKARTA — Anggota Komisi VII DPR RI Putra Nababan menyoroti pentingnya keberpihakan yang lebih konkret kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pelaku ekonomi kreatif (Ekraf), melalui strategi yang terencana sejak sebelum wisatawan tiba di Indonesia.
Ia menilai target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan devisa yang ditetapkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk 2026 masih kurang ambisius.
Putra membandingkan capaian itu dengan Thailand yang mampu mendatangkan 28 juta wisman dan meraih devisa mencapai US$29 miliar. Sementara itu, Indonesia baru menargetkan 22 juta wisman atau setara devisa sekitar Rp370 triliun pada 2026.
“Saya lihat targetnya ini memang cukup baik, tetapi mungkin kurang fantastis dan kurang ambisius, ujar Putra dalam rapat kerja dengan Menparekraf di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Menurut Putra, pembahasan mengenai UMKM dan Ekraf tak boleh berhenti pada angka-angka sertifikasi atau jumlah lembaga pendamping. Ia meminta kementerian lebih fokus pada outcome, terutama bagaimana strategi wisata Indonesia dapat menghidupkan UMKM dan Ekraf secara nyata.
Putra menegaskan bahwa keberpihakan harus dibangun sejak wisatawan masih berada di negara asal. “Sejak mereka (wisman) berada di negara mereka, kita sudah bisa mengarahkan mereka (akan) melihat apa, mereka (akan mengunjungi destinasi apa), dan mereka (akan) beli apa,” tutur Putra.
Ia menilai strategi promosi tak boleh hanya mengandalkan media sosial. Menurutnya, arah paket wisata harus diatur agar wisatawan benar-benar membelanjakan uangnya pada produk lokal, alih-alih fast food. Jangan sampai wisman yang datang hanya sekadar berfoto-foto, tetapi spending-nya kecil.“(Pengeluaran) sebesar US$1.300 sampai US$1.400 dari wisatawan yang Ibu targetkan bersama dengan jajaran, itu harus diarahkan sebanyak mungkin ke UMKM dan Ekraf,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Putra meminta Kemenparekraf memanfaatkan perannya sebagai leading sector pariwisata untuk memastikan belanja wisatawan berpihak pada usaha kecil, ekonomi kreatif, dan desa wisata. “Jadi, saya berangkat dulu dengan keberpihakan. Tidak ada di ruangan ini, baik pemerintah maupun legislatif yang tidak berpihak kepada rakyat,” tegas Putra.
Selain soal keberpihakan, ia juga menyoroti relevansi pendidikan vokasi pariwisata di Politeknik Pariwisata (Poltekpar) di berbagai daerah. Ia mengingatkan kembali perdebatan panjang di DPR terkait penyisipan satu kata “dapat” dalam pasal mengenai pendidikan pariwisata di UU Kepariwisataan.
Editor : Irfan Taufik