"Bencana ini memenuhi seluruh kriteria penetapan Status Bencana Alam Nasional, sesuai UU 24/2007 dan PP 21/2021," ujar Politisi Fraksi PKS itu.
Ia menjelaskan, penetapan status nasional sangat penting untuk membuka keterlibatan penuh pemerintah pusat—mulai dari BNPB, TNI, Polri, Basarnas, hingga Kementerian PUPR dan Kemenhub—demi percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Usai pertemuan di Padang, rombongan bertolak ke Lembah Anai di Kabupaten Tanah Datar. Di sana, Saadiah menyaksikan langsung jalan yang putus, sungai yang melebar akibat debit air besar dari hulu, serta puluhan titik longsor yang menutup akses.
Sepanjang jalan tol lintas Sumatera, hampir tak ada lalu lintas mobil. Ternyata jalur telah lumpuh total.
Dalam kesempatan itu, Wakil Menteri PUPR memberikan arahan langsung, yaitu pemasangan jembatan Bailey di titik strategis, penambahan alat berat, percepatan penanganan 203 titik longsor, dan stabilisasi tebing pada kawasan rawan.
Bagi Saadiah, kunjungan Komisi V bukan sekadar agenda formal, tetapi wujud tanggung jawab moral negara."Seluruh elemen negara harus hadir penuh. Sumatera Barat harus bangkit dengan lebih kuat dan lebih siap menghadapi bencana ke depan," tegasnya.
Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, Saadiah menuliskan catatan harian yang menggambarkan rasa empati mendalamnya. Catatan itu menutup hari yang panjang, penuh lumpur, air mata, dan harapan. Saadiah kembali ke Jakarta dengan satu pesan kuat: Sumatera Barat tidak boleh dibiarkan sendiri. Negara harus hadir, cepat, dan penuh. (*)
Editor : Hamriadi, S. Sos., S. T

