PALUPUH, AGAM – Musibah tragis menimpa SD Negeri 11 Sipisang, sebuah sekolah dasar yang telah berdiri sejak 31 Desember 1975 dan menjadi tumpuan harapan pendidikan di Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam.Sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah ini mengalami kehancuran parah akibat tertimpa pohon besar saat kegiatan gotong royong masyarakat pada Sabtu siang (3/2/2024), sekitar pukul 14.00 WIB.
Menurut keterangan Rezafri Bardi, M.PdKabid Pembinaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Agam, penebangan dilakukan karena kekhawatiran akan pohon besar yang berdiri menjulang tak jauh dari bangunan sekolah.
"Namun malang tak dapat ditolak, pohon tersebut justru tumbang ke arah sekolah dan menghancurkan tiga ruang kelas," ungkapnya, Sabtu (12/4/2025).Akibat kejadian memilukan itu, satu lokal rubuh, atap dan dinding ambruk, sementara dua ruang lainnya mengalami kerusakan berat pada bagian atap dan plafon. Ketiga ruang tersebut kini tak layak digunakan.
Dibeberkan lagi, keesokan harinya, pada Minggu (4/2/2024), Tim Sarpras Bidang SD Disdikbud Kabupaten Agam, bersama konsultan perencana dan didampingi Anggota DPRD Agam Hendrizal dari Fraksi PAN telah meninjau lokasi dan menghitung estimasi biaya perbaikan yang diperkirakan mencapai Rp300 juta.Namun harapan itu nyaris pupus. Nota dinas sudah disampaikan ke Bupati, tetapi naasnya anggaran di tahun tersebut telah diketuk palu. Tak mungkin lagi ada penambahan.
Upaya pun dilakukan ke BPBD, namun ditolak dengan alasan bukan bencana alam.Pemerintah Kabupaten Agam berjanji akan mengupayakan perbaikan melalui perubahan anggaran tahun 2024, namun kembali didera kenyataan pahit, anggaran daerah saat ini sedang defisit.
"Baru-baru ini, aspirasi telah disampaikan ke DPRD dalam sidang paripurna, tapi solusi konkret baru bisa diperjuangkan di tahun 2026," ujar Reza.Terpisah, Tokoh masyarakat Palupuh, Mahyudanil Dt. Marajo, tampak tak bisa menyembunyikan kesedihan melihat keadaan sekolah tersebut“Kami hanya ingin anak-anak bisa belajar dengan layak. Tapi sekarang, semua porak-poranda,” ucapnya dengan suara bergetar.Ia berharap pemerintah kabupaten agam sekarang ini tergerak hati untuk memperjuangkan lebih cepat, walaupun dengan alasan keterbatasan anggaran.
"Semoga Pemkab Agam lebih cepat memperbaiki sekolah itu, karena kita semua tau bahwa pendidikan adalah sektor yang sangat fundamental, untuk menuju perubahan dan peradaban suatu bangsa," tukasnya.Kini, di tengah reruntuhan dan atap yang digantikan terpal, anak-anak SD Negeri 11 Sipisang mencoba bertahan. Belajar di ruang yang tak lagi layak, penuh debu dan serpihan kayu. Di mata mereka, masih ada semangat. Tapi siapa yang akan menjawabnya?
Aktivitas belajar mengajar terpaksa lumpuh. Sampai saat ini anak-anak hanya bisa menatap reruntuhan tempat mereka biasa menimba ilmu, sementara sisa bangunan ditutup terpal seadanya, lambang keterbatasan dan keprihatinan.Ironis, di negeri yang mengusung pendidikan sebagai tonggak masa depan, satu sekolah tua nan berjasa justru runtuh bukan hanya karena pohon, tetapi juga oleh kebijakan dan ketidakberdayaan.
Dan sementara semua menunggu anggaran 2026, satu generasi tengah belajar di bawah atap terpal. (Anizur Zoebir Tanjung)
Editor : Mangindo Kayo